KIMIA MEDISINAL - ANTIHISTAMIN
KIMIA
MEDISINAL
Anti Histamin
Oleh : Yulin Rosa Rishliani
A.
Histamin
Histamin adalah senyawa yang di dalam
tubuh dibentuk dari asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin
dekarboksilase. Hampir semua organ dijaringan tubuh mengandung histamin itu. Zat
tersebut terdapat terutama dalam sel-sel tertentu yaitu mastcell, dalam keadaan
terikat dan tidak aktif.
Terdapatnya
histamin (aktif) berlebihan di dalam tubuh menimbulkan efek di antaranya :
1.
Kontraksi otot
polos bronchi, usus, dan uterus.
2.
Vasodilatasi
semua pembuluh darah, dengan akibat hipotensi.
3.
Memperbesar
permeabilitas kapiler, yang berakibat udema dan pengembangan mukosa.
4.
Memperkuat
sekresi kelenjar ludah, air mata dan asam lambung.
5.
Stimulasi ujung
saraf dengan akibat erytema dan gatal-gatal.
Dalam keadaan normal, histamin dalam darah cukup
kecil, kira-kira 50 mcg/L sehingga tidak menimbulkan efek di atas. Kelebihan
histamin dalam darah diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat dalam
jaringan. Dalam pengobatan, untuk mengatasi efek histamin digunakan obat
antihistaminika (Tim MGMP Pati, 2019).
Mekanisme Kerja
Histamin dapat menimbulkan efek bila berinteraksi
dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan
H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan
kontraksi otot polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan
meningkatkan sekresi mukus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel.
Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri
sehingga permeabilitas terhadap cairan dan plasma protein, yang menyebabkan
sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis-H1.
Interaksi histamin dengan reseptor H2
dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi
asam lambung disebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP.
Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini
diblok oleh antagonis-H2.
Reseptor H3 adalah reseptor histamin yang
baru ditemukan pada tahun 1987 oleh Arrang
dkk, terletak pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan perifer, yang
mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan
peradangan. Efek ini diblok oleh antagonis-H3.(Siswandono, 2016).
B.
Antihistamin
Adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan
bersaing pada sisi reseptor H1, H2, dan H3. Antihistamin
bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan
reseptor spesifik.
1)
Antagonis H-1
Adalah
senyawa dalam kadar rendah menghambat kerja histamin pada jaringan yang
mengandung reseptor H1. Di klinik, digunakan untuk mengurangi gejala
alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung, bersin,
gatal pada mata, hidung, dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti
pruritik, urtikaria, ekzem, dan dermatitis. Juga digunakan, sebagai antiemetik,
antimabuk, anti-Parkinson, antibatuk, sedatif, antipsikotik, dan anestetik
setempat. Antagonis-H1 kurang efektif untuk pengobatan asma bronkial
dan syok anafilaksis. Kelompok ini menimbulkan efek potensial dengan alkohol
dan obat penekan sistem saraf pusat lain. Efek samping antagonis-H1
antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan pada waktu tidur, gelisah,
iritasi, kejang dan sakit kepala.
Hubungan struktur dan aktivitas antagonis-H1
Struktur
antihistaminnya adalah sebagai berikut :
Ar = gugus aril, termasuk fenik, fenil
tersubtitusi, dan heteroaril
Ar’ = gugus aril kedua
R dan R’ = gugus alkil
X = gugus isosterik, seperti O, N,
dan CH
X = O, adalah turunan eter aminoalkil, senyawa menimbulkan efek sedasi yang besar.
X = N, adalah turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif tetapi juga lebih toksik.
X =
CH, adalah turunan alkilamin, senyawa kurang aktif tetapi toksisitasnya lebih
rendah.
a. Gugus aril
yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan reseptor H1.
Monosubtitusi gugus yang mempunyai efek induktif (-), seperti Cl atau Br, pada
posisi para gugus Ar atau Ar’ akan meningkatkan aktivitas, kemungkinan karena
dapat memperkuat ikatan hidrofob dengan reseptor. Disubtitusi pada posisi para akan menurunkan aktivitas.
Substitusi pada posisi orto dan meta juga menurunkan aktivitas.
b. Secara
umum, untuk mencapai aktivitas ortimal, atom N pada ujung adalah amin tersier
yang pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga dapat mengikat reseptor H1
melalui ikatan ion. N-dimetil
mempunyai aktivitas yang tinggi dan perlamaan atom C akan menurunkan aktivitas.
Kadang-kadang atom N di ujung merupakan bagian dari struktur heterosiklik,
misalnya pada antazolin dan klorsiklin, dan senyawa masih menunjukkan aktivitas
antihistamin yang tinggi.
c. Kuarternerisasi
dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang
aktif.
d. Rantai
alkil antara atom X dan N mempunyai aktivitas antihistamin optimal bila jumlah
atom C=2 dan jarak pusat cincin aromatik dan N afilaktik = 5-6 A0,
karena menyerupai jarak rantai samping molekul histamin. Perlamaan jumlah atom
C atau adanya percabangan pada rantai samping akan menurunkan aktivitas.
e. Faktor sterik
juga mempengaruhi aktivitas antagonis-H1. Jarak 5-6A0
diatas mudah dicapai bila gugus-gugus pada atom X dan N membentuk konformasi trans, sehingga bentuk isomer trans lebih aktif dibandingkan isomer
cis. Meskipun demikian, di dalam larutan antagonis-H1 tidak hanya
terdapat dalam bentuk konformasi trans saja tetapi juga dalam bentuk cis.
f. Untuk
aktivitas antihistamin maksimal, kedua cincin aromatik pada strukur
difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama. Analog fluoren yang kedua
cincinnya koplanar aktivitasnya seperseratus kali dibanding aktivitas
difenhidramin.
g. Pada
turunan trisiklik yang poten, seperti fenotiazin, cicin A, dan C tidak terletak
pada bidang yang sama dan cincin B terdapat dalam bentuk perahu.
h. Feniramin,
klorfeniramin dan karbinoksamin mempunyai stereoselektivitas terhadap reseptor
H1. Bentuk isomer dekstro lebih
aktif dibanding bentuk levo. Dalam
bentuk isomer tersebut senyawa-senyawa di atas mempunyai konfigurasi mutlak S.
i. Senyawa
yang menunjukkan aktivitas antihistamin secara stereoselektif, pusat asimetrik
harus terletak pada atom C yang mengikat cincin aromatik. Bila pusat asimetrik
terletak pada atom C yang mengikat gugus dimetilamino, aktivitas akan hilang.
j. Struktur
senyawa antagonis-H1 dan senyawa pemblok kolinergik mempunyai
persamaan yang menarik sehingga antagonis-H1 dapat menunjukkan
aktivitas antikolinergik, sedang senyawa pemblok kolinergik juga menunjukkan
aktivitas antihistamin.
Secara
umum, antagonis-H1 digunakan dalam bentuk garam-garam HCl, sitrat,
fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat, untuk meningkatkan kelarutan
dalam air.
Berdasarkan
struktur kimianya dibagi menjadi enam kelompok, yaitu turunan eter aminoalkil,
turunan etilendiamin, turunan alkilamin, turunan piperazin, turunan fenotiazin,
dan turunan lainnya.
A.
Turunan Eter Aminoalkil
Struktur umum
Ar(Ar-CH2)CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan
struktur dan aktivitas
-
Pemasukan gugus
Cl, Br, dan OCH3 pada posisi para
cincin aromatik akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
-
Pemasukan gugus
CH3 pada posisi para
cincin aromatik juga meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi orto akan menghilangkan efek antagonis-H1
dan meningkatkan aktivitas kolinergik.
-
Senyawa turunan
eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena
mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok
kolinergik.
Efek samping
Adalah mengantuk. Efek samping pada saluran cerna
relatif rendah.
Contoh
Difenhidramin HCl, dimenhidirnat, karbinoksamin
maleat, klorfenoksamin HCl, klemastin fumarat, dan piprinhidrinat.
B.
Turunan Etilendiamin
Struktur umum :
Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Antagonis H-1
dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan sistem saraf pusat dan
urutasi lampung cukup besar. Fenbenzamin (mepiramin) merupakan antagonis-H1
turunan etilendiamin yang permata kali digunakan dalam klinik. Pengggantian
isotrerik gugus fenil dengan gugus 2-piridil, seperti pada tripelenamin, dapat
meningkatkan aktivitas dan menurunkan toksisitas. Pemasuan gugus metoksi pada
posisi gugus benzil tripelenamin seperti pirilamin, akan meningkatkan aktivitas
dan memperlama masa kerja obat.
Contoh
Tripelenamin
HCl, antazolin HCl, mebidrolin nafsdisilat dan bamipin HCl (Soventol).
C.
Turunan Alkilamin
Struktur umum :
Ar(Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Turunan
alkilamin merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup besar dengan
efek samping dan toksisitas yang relatif rendah,
Contoh
Feniramin maleat,
bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat dan
triprolidin HCl.
D.
Turunan Piperazin
Struktur umum
Piperazin
Turunan
piperazin mempunyai efek antihistamin sedang, dengan awal kerja lambat dan masa
kerja lama ± 9-24 jam. Terutama digunakan untuk mencegah dan mengobati mual,
muntah dan pusing serta untuk mengurangi gejala alergi, seperti urtikaria.
Contoh
Siklizin,
buklizin, etirizin, sinarizin, homoklorsiklizin, hidroksizin HCl, dan
oksatomid.
E.
Turunan Fenotiazin
Mempunyai efek antihistamin
juga mempunyai aktivitas tranquilizer dan antiemetik, serta dapat mengadakan
potensiasi dengan obat analgesik dan sedatif. Secara umum pemasukan gugus
halogen atau CF3 pada posisi 2 dan perlamaan atom C rantai samping, misal etil
menjadi propil, akan meningkatkan aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek
antihistamin.
Contoh
Prometazin HCl,
metdilazin HCl, mekuitazin, oksomemazin, isotipendil HCl, trimeprain dan
pizotifen hidrogen fumarat.
F.
Turunan Lain-lain
Siproheptadin HCl (Periactin,
Ennamax, Heptasan, Pronicy, Prohessen), strukturnya berhubungan dengan
fenotiazin, yaitu atom S pada cincin trisiklik diganti dengan –CH=CH- dan N
diganti dengan atom C sp2. Siproheptadin merupakan antihistamin dengan
aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat. Siproheptadin juga mempunyai
efek antiserotonin, antimigrain, perangsang nafsu makan dan tranqulizer.
Digunakan terutama untuk alergi kulit, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dan
dermatitis, dan alergi rinitis.
Azatadin maleat (Zadine),
adalah isomer dari siproheptadin, didapat dengan mereduksi ikatan rangkat C10-C11.
Merupakan antagonis-H1 yang kuat dengan sama kerja lama dan efek sedasi rendah.
Digunakan untuk alergi kulit, rinitis dan alergi sistemik.
G.
Antagonis-H1 Generasi Kedua
Dikembangkan
karena generasi pertama mempunyai efek samping sedasi dan efek seperti senyawa
kolinergik dan adrenergik yang tida diinginkan. Untuk meminimalkan efek sedasi
maka senyawa harus mempunyai kelarutan dalam lemak rendah pada pH fisiologis,
dan bekerja terutama pada reseptor H1 perifer dibandingkan pada pusat.
Contoh
Terfenadin,
feksofenadin, astemizol, sefarantin, loratidin, setirizin, akrivastin,
taksifilin dan sodium kromolin (asam kromoglikat, Intal).
2)
Antagonis H2
Menghambar
interaksi histamin dengan reseptor H2 sehingga menghambar sekresi
asam lambung. Secara umum digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan usus.
Efek samping antagonis-H2 antara lain adalah diare, nyeri otot, dan
kegelisahan.
Mekanisme Kerja
Sekresi asam
lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin dan asetilkolin. Antagonis H2
menghambat langsung kerja histamin pada sekresi asam (efikasi intrisik) dan
menghambat kerja potensiasi histamin pada sekresi asam, yang dirangsang oleh
gastrin atau asetikolin (efikasi potensiasi). Jadi histamin mempunyai efikasi
intrinsik dan efikasi potensiasi, sedangkan gastrin dan asetilkolin hanya
mempunyai efikasi potensiasi. Hal ini berarti hanya histamin yang dapat
meningkatkan sekresi asam, sedangkan gastrin atau asetilkolin hanya
meningkatkan sekresi asam karena efek potensiainya dengan histamin.
Hubungan struktur dan aktivitas
a.
Modifikasi pada cincin
Cincin imidazol
dapat membentuk dua tautomer, yaitu τN-H dan πN-H. Bentuk τN-H lebih dominan
dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2. Cincin imidazol umumnya
mengandung rantai samping gugus yang bersifat penarik elektron. Pemasukan gugus
metil pada atom C2 cincin imidazol secara selektif dapat merangsang
reseptor H1.
Pemasukan gugus
metil pada atom C4 ternyata senyawa bersifat selektif H2-agonis
dengan efek H1-agonis lemah. Hal ini disebabkan substituen 4-metil
yang bersifat donor elektron akan memperkuat efek tautometri rantai samping
penarik elektron sehingga bentuk tautomer τN-H lebih stabil.
b.
Modifikasi pada rantai samping
Untuk aktivitas optimal
cincin harus terpisah dari gugus N oleh atom C atau ekivalennya. Pemendekan
rantai akan menurunkan aktivitas antagonis H2. Penambahan lama gugus
metilen pada rantai samping turunan guanidin akan meningkatkan kekuatan H2-antagonis
tetapi senyawa masih mempunyai efek parsial-agonis yang tidak diinginkan.
Penggantian 1 gugus metilen (-CH2-) pada rantai samping dengan
isosetrik tioeter (-S-) meningkatkan aktivitas antagonis.
c.
Modifikasi pada gugus N
Penggantian
gugus amino rantai samping dengan gugus guanidin yang bersifat basa kuat
(Na-guanilhistamin) ternyata menghasilkan efek H2-antagonis lemah,
dan masih bersifat parsial agonis.
Penggantian
gugus guanidin yang bermuatan positif dengan gugus metiltiourea yang tidak
bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar, serta masih
mampu membentuk ikatan hidrogen, seperti pada burimamid akan
menghilangkan efek agonis dan memberikan efek H2-antagonis 100 kali
lebih kuat dibandingkan Na-guanilhistamin, tetapi pada pemberian secara oral
ketersediaan hayatinya kecil.
Pemasukan gugus
4-metil dan penggantian 1 gugus metilen (-CH2-) pada rantai samping
dengan isosetrik –S- (metiamid) akan
meningkatkan efek H2-antagonis dan secara oral meningkatkan
ketersediaan hayatinya.
Burinamid dan metiamid
menimbulkan efek samping kelainan darah (agranulositosis, neutropenia) yang
disebabkan oleh adanya gugus tiourea.
Modifikasi
dengan mengganti gugus tiourea dengan gugus N-sianoguanidin yang tidak
bermuatan dan masih bersifat polar, seperti pada Simetidin akan menurunkan efek samping tersebut.
Gugus siano yang
bersifat elektronegatif kua mengurangi sifat kebasaan atau ionisasi gugus
guanidin sehingga absorbsi pada saluran cerna menjadi lebih besar, ativitas
simetidin 2 kali lebih besar dibanding metiamid. Simetidin merupakan penghambat
reseptor H2 yang digunakan untuk menghambat sekresi asam lambung pada
pengobatan tukak lambung dan usus. Etinidin adalah analog simetidin di mana
mengandung gugus metiletinil pada ujung N-guanido, aktivitasnya 2 kali lebih
besar dibanding simetidin.
Modifikasi
isosterik dari inti inidazol telah diselidiki dan dihasilkan senyawa analog
simetidin yang berspesifikiat lebih baik dan efek samping yang lebih rendah.
Penggantian inti imidazol dengan cincin furan, pemasukan gugus dimetilaminoetil
pada cincin dan penggantian gugus sanoguanidin dengan gugus nitrometenil,
menghasilkan ranitidin yang bersifat basa (pKa=8,44), dapat menghilangkan efek
samping simetidin, seperti ginekomastia dan konfusi mental, dan mengurangi kebasaan
senyawa. Tidak seperti simetidin, ranitidin tidak menghambat metabolisme dari
fenitoin, warfarin, dan aminofilin, dan juga tidak mengikat sitokrom P-450.
Penggantian inti
imidazol dengan cincin tiazol, pemasukan gugus guanidin pada cincin dan penggantian
gugus sianoguanidin dengan gugus sulfonamidoguanidin, menghasilkan famotidin yang mempunyai aktivitas
lebih poten dibanding simetidin dan ranitidin, dapat menurunkan efek
antiandrogenik, dan mengurangi sifat kebasaan senyawa.
Contoh
Simetidin,
ranitidin, famotidin, roksatidin, etinidin, tiotidin, lamtidin dan nizatidin.
DAFTAR PUSTAKA :
Tim
MGMP Pati. 2019. Farmakologi Jilid III. Deepublish
Publisher, Yogayakarta.
Siswando.
2016. Kimia Medisinal Ed 2. Airlangga
University Press, Surabaya.
TERIMAKASIH :)
Permasalahan
:
1.
Contoh obat
antagonis-H2, 2 diantaranya adalah simetidin, ranitidin dan
famotidin. Struktur ranitidin dan famotidin mempunyai perbedaan dengan struktur
simetidin. Struktur ranitidin dan famotidin merupakan perubahan dari struktur
simetidin. Bagaimanakah perbedaan struktur ranitidin dan famotidin jika
dibandingkan dengan struktur simetidin? Kemudian apa yang akan disebabkan oleh
adanya perubahan struktur simetidin tersebut?
2.
Antihistamin H1
yang ideal adalah yang memenuhi beberapa persyaratan. Apakah persyaratan dari
Antihistamin H1 yang ideal tersebut?
3.
Salah satu
contoh obat antihistamin H1 adalah obat dimenhidrinat (antimo,
dramamin). Apakah yang anda ketahui mengenai obat tersebut? Apakah efek
farmakalogisnya berhubungan dengan aktivitas antihistamin dari difenhidramin?
Hai mbak yulin, saya mencoba menjawab pertanyaan nomor 1.
BalasHapusPada ranitidin, perbedaan strukturnya dengan simetidin adalah penggantian ini imidazol dengan cincin furan, pemasukan gugus dimetilaminoetil pada cincin dan penggantian gugus sianoguanidin dengan gugus nitrometenil. Perubahan struktur tersebut dapat menghilangkan efek samping simetidin, seperti ginekomastia dan konfusi mental, mengurangi kebasaan senyawa.
Pada famotidin, perbedaan struktur dengan simetidin adalah penggantian inti imidazol dengan cincin tiazol, pemasukan gugus guanidin pada cincin dan penggantian gugus sianoguanidin dengan gugus silfonamidoguanidin. Perubahan struktur tersebut dapat memperkuat ikatan obat dengan reseptor sehingga famotidin mempunyai aktivitas lebih poten dibanding simetidin dan ranitidin, dapat menurunkan efek antiadrogenik, serta mengurangi sifat kebasaan senyawa.
Setelah saya mencoba mulai memahami dari pernyataan-pernyataan diatas, saya akan mulai coba menjawab permasalahan no 3
BalasHapusAdalah garam yang terbantuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilinat. Dimenhidrinat digunakan untuk antimabuk, diberika 0,5 jam sebelum bepergian, dan antimual pada wanita hamil. Dosis 50-100 mg 3-4 dd. Efek farmakologis ini tidak berhubungan dengan aktivitas antihistamin dari difenhidramin, karena dimenhidrinat adalah garam yang terbantuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilinat. Karena adanya penambahan 8-kloroteofilinat maka efeknya akan berbeda, baik banyak ataupun sedikit.
Assalamualaikum Yulin. Baiklah saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 2. Jadi persyaratan antihistamin H1 yang ideal itu ada 3 diantaranya :
BalasHapus1. Senyawa mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor H1.
2. Tidak menimbulkan efek sedasi
3. Afinitasnya rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergik
Semoga membantu :)