KIMIA MEDISINAL - ANALGETIK

KIMIA MEDISINAL

Analgetik
Oleh : Yulin Rosa Rishliani

obat
Obat Analgetik-Parasetamol


ANALGETIK 
Adalah senyawa yang pada dosis terapi meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum. Analgetik berasal dari bahasa Yunani an “tanpa” dan algia “nyeri”. Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh, seperti peradangan infeksi bakteri, dan kejang otot. Adanya rangsangan mekanis atau kimiawi dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan akibatnya melepaskan zat-zat tertentu yang disebut dengan mediator nyeri.

PENGGOLONGAN ANALGETIK 
Berdasarkan mekanisme dan target aksinya, obat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu non-opioid dan opioid:

1) ANALGETIKA OPIOID
Senyawa yang dapat menekan sistem saraf pusat secara selektif. Aktivitasnya jauh lebih besar dibandingkan aktivitas analgetika non-opioid sehingga disebut juga analgetika kuat. Golonngan ini umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan.

Menurut Beckett dan Casy, turunan morfin mempunyai 3 sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgesik, yaitu :
  •  Tempat anionic yang mampu berinterasi dengan pusat muatan positif obat.
  • Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bidang –CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.
  • Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan van deer Waals.

Turunan Morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver somniferum. Selain efek analgesik, dapat menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Karena turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek kecanduannya lebih rendah.

Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin berdasarkan gugus yang dimilikinya :
Gugus Fenolik OH
Metilisasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik. 

Gugus Alkohol 
Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik dan pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yang berlawanan. peningkatan aktivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor analgesik. dengan kata lain, lebih ditentukan oleh berapa banyak obat yang mencapai resptor bukan seberapa terikat dengan reseptor. Morfin memiliki tiga gugus polar (fenol, alkohol, dan amin). Analog morfin menunjukkan kemampuan untuk mencapai reseptor lebih baik dibandingkan dengan morfin itu sendiri.

Ikatan Rangkap C7 dan C8
Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi dibanding morfin. Beberapa analog termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak penting untuk aktivitas analgesik.

Gugus N-Metil
Penggantian gugus N-metil dengan proton mengurangi aktivitas analgesik tetapi tidak menghilangkannnya. Gugus N-H lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier sehingga menyulitkannya dalam menembus sawar darah otak akibatnya akan menurunkan aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk aktivitas analgesik. Sedangkan penghilangan atom N akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
Cincin Aromatik
Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan aktivitas analgesik. Cincin Aromatik dan nitrogen merupakan dua struktur yang umum ditemukan dalam aktivitas analgesik opioid. Cincin Aromatik dan nitrogen dasar adalah komponen penting dalam efek untuk μ agonis, akan tetapi jika hanya kedua komponen ini saja, tidak akan cukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga penambahan gugus farmakofor diperlukan. Substitusi pada cincin aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgesik.

Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan aktivitas.

Penghilangan Cincin E
Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgesik.


Penghilangan Cincin D
Penghilangan jembatan oksigen memberikan serangkaian senyawa yang disebut morphinan yang memiliki aktivitas analgesik yang bermanfaat. Ini menunjukkan bahwa jembatan oksigen tidak terlalu penting. 


Pembukaan Cincin C dan D
Tidak penting untuk aktivitas analgesik.


Penghilangan cincin B, C, dan D
Tidak penting untuk aktivitas analgesik.


Penghilangan cincin B,C, D, dan E
Akan menghasilkan senyawa analgesik yaitu metadon. Sementara cincin piperidin pada metadon akan terbentuk dalam larutan atau cairan tubuh akibat gaya tarik menarik dipol dipol.

Hubungan Struktur dan Akivitas Lain
  • Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik.
  • Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
  • Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
  • Substansi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
  • Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi.
  • Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
  • Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik.
  • Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantiangugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik. 
Turunan Meperidin
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik. 

Turunan Metadon
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin,  tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.

2) ANALGETIKA NON OPIOID
Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat sehingga sering disebut analgetika ringan, juga menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID). 

Analgetik-Antipiretik
Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit.

Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Seperti asetaminofen, asetanilid, dan fanasetin, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tapi tidak memiliki efek anti inflamasi dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan obat penurun panas yang cukup baik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan hepatotoksik.

Struktur umum :

Hubungan struktur-aktivitas dari senyawa obat turunan anilin dan para-aminofenol adalah sebagai berikut:
  • Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen. 
  • Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur. 
  • Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah disbanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai oat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya. 
  • Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati. 
  • Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik. 
  • Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan methemoglobin akan meningkat. 
  • Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
  • Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgesik. 
  • Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah. 
Turunan 5-pirazolon
Seperti antipirin, amidopirin, dan metampiron mempunyai aktifitas analgesik-antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan usus, neuralgia, migraine, dismenore, nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek sampingan yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah agranulositosis yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.
Struktur umum molekul :

Anti Radang Bukan Steroid

Turunan Asam Salisilat

Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Turunan asam salisilat kurang efektif untuk mengurangi nyeri pada gigi, dismenore, dan nyeri pada kanker, tidak efektif untuk mengurangi nyeri pada kram, kolik dan migraine. Turunan asam salisilat mempunyai efek samping mengiritasi lambung. 

Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat dijelaskan pada uraian berikut:
  • Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.  
  • Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.  
  • Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.  
  • Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.  
  • Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.  
  • Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.  
  • Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.
Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindion, seperti fenilbutazon dan oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik, penyakit pirai pada sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek samping agranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung. Struktur umum molekul :

Turunan Asam N-Arilantranilat
Turunan Asam NArilantranilat digunakan sebagai antiradang pada pengobatan rematik, dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang ringan dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping san iritasi saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis dan trombositopenia. Struktur umum molekul :
Hubungan struktur aktivitas dari senyawa obat yang merupakan turunan N-aritantranilat diuraikan sebagai berikut : 
  • Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila pada cincin benzene yang terikat atom N mempunyai substituen-substituen pada posisi 2,3, dan 6  
  • Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih besar apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar koplanaritas asam antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor hipotetik antiradang. Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat dan orto-klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas analgesik  
  • Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus isosterik seperti O,S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas. 
DAFTAR PUSTAKA :
Cartika, H. 2016. Kimia Farmasi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 
 
PERMASALAHAN :
  1. Pada bagian hubungan struktur-aktivitas turunan morfin, terdapat bagian cincin aromatik. Disebutkan bahwa cincin aromatik dan nitrogen dasar adalah komponen penting dalam efek untuk agonis, akan tetapi jika kedua komponen ini saja tidak cukup untuk menghasilkan aktivitas, sehingga penambahan gugus farmakofor diperlukan. Apakah gugus farmakofor itu?
  2. Disebutkan sebelumnya bahwa morfin mempunyai analog yang memiliki kemampuan mencapai reseptor lebih efisien atau lebih baik dibandingkan dengan morfin itu sendiri. Mengapa demikian?
  3. Mengapa turunan asam salisilat dapat mengiritasi lambung?


Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Hallo yulin, nurul mau mencoba menjawab n0.3
    3. Mengapa turunan asam salisilat dapat mengiritasi lambung?
    Jawaban :
    Obat asam salisilat adalah termasuk golongan obat NSAID (non steroid anti-inflammatory drug). Kerjanya adalah menghambat enzim siklooksigenase (COX-1 dan COX-2). COX-1 berfungsi untuk menghasilkan prostaglandin protektif, yaitu prostaglandin yang menjaga keseimbangan tubuh. Prostaglandin ini selalu diproduksi, ada maupun tanpa rangsangan. Contohnya, prostaglandin PGE-2 yang berfungsi untuk menurunkan asam lambung. Dan COX-2 berfungsi untuk menghasilkan prostaglandin inflamasi, yaitu prostaglandin yang diproduksi hanya saat ada rangsangan yang dapat membuat tubuh mengeluarkan reaksi inflamasi. NSAID akan menghambat enzim siklooksigenase, COX-1 dan COX-2 secara tidak selektif. Akibatnya, PGE-2 yang menurunkan asam lambung pun hilang, maka tubuh tidak mampu menurunkan asam lambung, inilah yang menyebabkan NSAID mempunyai efek samping menaikkan asam lambung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua benar, terimakasih. namun saya ingin sedikit sekali menambahkan, Dari sumber yang saya baca, turunan asam salisilat ini punya efek samping menyebabkan iritasi asam lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus karbosilatnya yang bersifat asam. Dan efek sampingnya menyebabkan iritasi asam lambung yang kronik, berkaitan dengan penghambatan enzim siklooksigenase yang seperti disebutkan tadi.

      Hapus
  3. Hai yulin, saya akn mencoba menjawab permasalahan no 2. Nah yang saya ketahui Morfin memiliki 3 gugus polar (fenol, alkohol, dan amin), maka morfin adalah senyawa yang bersifat polar. Dan dari sumber yang saya baca, analog morfin telah kehilangan gugus polar alkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil. Umumnya, senyawa yang berifat polar akan kesulitan untuk menembus membran. Maka, untuk mencapai reseptor membutuhkan waktu yang lama atau bahkan hanya sedikit dari molekul obat yang sampai pada reseptor. Itulah sebabnya analog morfin (yang telah kehilangan gugus polar tadi) memiliki kemampuan untuk mencapai reseptor lebih baik.
    Semoga dapat membantu yah yulin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua benar, namun saya ingin sedikit memperjelas, reseptor analgesik itu terletaknya di otak, maka untuk mencapai otak, obat analgesik itu harus terlebih dahulu melewati sawar darah otak. Benar yang telah di sebutkan bahwa morfin bersifat lebih polar dibandingkan dengan analognya, maka morfin akan lebih bersifat hidrofil dan analognya lebih bersifat hidrofob atau lipofil. Karena membran sawar otak adalah lipofil, maka ia cenderung menyukai senyawa yang lipofil. Dengan demikian, maka analog morfin akan lebih mudah untuk menembus membran sawar darah otak dan terakumulasi pada sisi reseptor dalam jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas analgesiknya juga lebih besar.

      Hapus
  4. Hai yulin, saya akan membantu menjawab pertanyaan no 1, Dari beberapa sumber disebutkan bahwa farmakofor adalah gugus yang berperan penting pada interaksi obat dengan reseptor. Farmakofor adalah susunan tiga dimensi dari atom dalam molekul obat yang memungkinkan untuk berikatan dengan reseptor yang diinginkannya dan bertanggung jawab dengan respon biologis karena terikat dengan reseptor yang dikehendakinya. Dan menurut IUPAC, farmakofor merupakan ensembel fitur sterik dan elektronik yang diperlukan untuk memastikan interaksi optimal dengan struktur biologis target yang spesifik dan untuk memicu atau memblok respon biologisnya. Semoga membantu :)

    BalasHapus
  5. Hai yulin, disini saya akan mencoba menjawab no 3 yaitu, sesuai namanya yaitu asam asetil salisilat beserta turunannya yaitu obat ini bersifat asam sehingga obat inu mempunyai efek samping mengiritasi lambung dan karenanya tidak cocok untuk orang sakit maag.

    BalasHapus
  6. Hii Yulin!! Makasih atas artikelnya sangat bermanfaat sekali.
    Baik yulin saya ingin sedikit menambahkan sedikit dari jawaban mengenai permasalahan no 3. Yaitu mengapa turunan asam asetil salisilat dapat mengiritasi lambung?
    Seperti yang kita ketahui bahwa asam asetil salisilat termasuk golongan OAINS. Golongan obat OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu, tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa
    secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping H+ masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik OAINS menghambat sintesa prostaglandin (Takeuchi et al., 1998). Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang sangat penting bagi mukosa lambung atau sebagai gastroprotektif ( Hansen dan Elliot, 2005). Di dalam lambung COX-1 menghasilkan prostaglandin (PGE2 dan PGI2) yang menstimulasi mukus dan sekresi bikarbonat serta menyebabkan vasodilatasi, suatu aksi yang menjaga mukosa lambung. OAINS nonselektif menghambat COX-1 dan mengurangi efek sitoprotektif prostaglandin sehingga dapat menyebabkan efek samping yang serius pada gastrointestinal atas, termasuk perdarahan dan ulserasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer